Sunday, October 15, 2006

Ketan Hitam Favorit

Akhir-akhir ini pagi saya diawali dengan suara jeruji sepeda berputar, langkah-langkah kaki di antaranya, gemerincing kunci pintu bertemu dengan lubangnya, dan diakhiri dengan kayuhan sepeda yang makin menjauh. Ayah pergi ke misa pagi. Saya meneruskan awal hari itu dengan memejamkan mata kembali, mencari kehangatan yang lebih erat dengan merapatkan selembar selimut.

Saya baru bangun kalo matahari sudah menembus korden jendela, dan jam weker yang menjerit untuk kesekian kalinya. Setelah mandi, saya mencari hitam manis favorit saya, bubur ketan hitam ke meja makan. Setelah belasan tahun hilang, bubur ini ada kembali di depan hidung. HMmm wangi. Bubur ini kesukaan saya sejak SD. Dan selama itu pula saya tidak pernah menemukan yang legit dan manisnya pas seperti yang dijual encik tua di pasar Pathuk, Yogyakarta.

Berkat ayah , saya bisa menikmati kembali bubur ini. Meski bubur ini terhidang tiap pagi dalam seminggu ini, saya tidak pernah bosan sarapan dengan makanan yang kata teman saya ini lengket. (saya nggak terima waktu dia bialng begitu )

Saya tidak pernah meminta ayah untuk membelikan bubur ini, tapi Ayah selalu menyediakannya tiap pagi di meja makan. Sambil saya makan ayah bercerita kalau ternyata pembuat bubur ini adalah anak dari encik tua yang sudah tidak ada lagi itu. Cerita itu menjawab penasaran saya, masak encik itu masih ada, dulu waktu saya SD saja dia sudah tua. Cerita itu kemudian ayah sambung dengan cerita-cerita baru maupun ulangan yang menjadi nostalgianya di kota yang dulu pernah kami tinggali selama belasan tahun ini.

Pagi hari ini saya tidak terbangun oleh langkah kaki ayah dan bunyi kayuhan pedal sepeda yang menjauh. Saya tidak menemukan bubur ketan hitam. Saya menatap sepeda yang terpajang di dapur, dengan mudah saya bisa saja membeli bubur itu sendiri. Tapi bukan ketan yang saya inginkan. Tiba-tiba saya merindukan hal yang lain, meski cerita ayah itu itu saja. Oh ya, ayah sudah terbang ke Jakarta subuh tadi.

No comments: