Friday, October 20, 2006

Tetangga Tercinta

Awalnya saat mencari rumah kontrakan, saya tidak pernah terpikir akan dekat dengan tetangga. Maklum, saya dari kecil tinggal di kompleks yang antara rumah ada pagar dan tembok. Rumah kontrakan baru saya sekarang tidak berpagar dan bertembok tipis, sehingga saya bisa mendengar obrolan tetangga dan mereka bisa mendengarkan musik jazz yang saya setel.

Saat melihat rumah kecil dengan taman rumput hijau yang cantik ini, saya jatuh cinta dan bersedia untuk "berkorban". Saya akhirnya memilih untuk tinggal di kampung ini agar benar-benar merasakan bertetangga. Nama tetangga saya Nana, dia 5 bersaudara, rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari rumah saya. Karena merasa sudah dekat, kalau mereka ada perlu maka dari jauh saya sudah mendengar suaranya sebelum melihat orangnya. “ Mbaaaak Sisiiii …” lalu pintu saya dibuka perlahan dan muncullah Nana.

Dari hal yang kecil seperti meminjam gunting, obrolan bisa panjang ngalor ngidul, tempatnya juga bukan di ruang tamu saya, tetapi jongkok di depan pintu di lorong gang imut di samping rumah saya. Pesertanya biasanya nambah, adiknya datang lalu kami ngobrol dengan tema beda, berlanjut lagi dengan adiknya yang baru bangun tidur dan ikutan jongkok. Kalau sore, tetangga saya yang datang adalah gerombolan bocah berumur 4 atau 5 yang bersepeda muter-muter di halaman rumah dan biasanya berakhir dengan makan kue di teras depan.Tak jarang mereka meninggalkan sisa kue itu di tangan saya, " Nggak mau lagi" kata mereka dengan muka polos sambil menyodorkan sisa kue itu ke muka saya. Mereka lalu berpamitan dan ngeloyor pergi dengan sepedanya.

Kalau tadi udah bocah dan remaja, di hari leyeh-leyeh weekend, yang datang adalah eyang yang mengontrakkan rumahnya untuk saya. Eyang putri umur 70 tahun ini ingatannya luar biasa, dia punya 200 novel berbahasa inggris dan lancar berbahasa Belanda, (mungkin karena itu dia suka ngobrol). Pernah saya lagi cape-capenya bersih bersih rumah dan ngantuk, dia datang “ Eh eyang ganggu ya ?”. Demi kesopanan saya cuma senyum manis lalu bilang. “ Saya lagi ngantuk , cape tadi ngepel”. Eh eyang malah masuk rumah, duduk, nunggu diajak ngobrol.

Tadinya saya berpikir kalau pulang ke rumah itu untuk diri sendiri, bukan kerjaan dan bukan untuk siapa-siapa, tapi sekarang saya pulang untuk tetangga. Saya siap sedia nenangga kalo nama saya dipanggil dari kejauhan, " Mbak Sisiiiii..... ".

No comments: